TEMON ( KRjogja.com)- Konflik sosial yang terjadi di wilayah pesisir
selatan Kulonprogo dewasa ini menyusul adanya rencana pembangunan mega
proyek bandara dan penambangan pasir besi mengundang keprihatinan
Lembaga Kajian Resolusi Konflik. Perbedaan pendapat terhadap rencana
pembangunan wilayah tersebut telah mengganggu kerukunan hidup
masyarakat sehingga muncul kelompok pro dan kontra yang berakibat
diterapkannya sanksi sosial.
"Kami sangat prihatin atas kondisi yang terjadi saat ini. Hanya karena
berbeda pandangan timbul konflik sosial serius di masyarakat," kata
Ketua Lembaga Kajian Resolusi Konflik, Muqoffa Mahyudin, SAg MHum usai
Mujahadah Perdamaian dan Kebersamaan Dalam Islam, Masyarakat Pesisir
Kulonprogo di Masjid Ainul Jariyah Pedukuhan Ngelak Desa Jangkaran
Kecamatan Temon, Minggu (1/2/2015).
Mujahadahan dihadiri warga pesisir selatan Kecamatan Temon yang
terkena pembangunan bandara, baik kelompok yang pro maupun kontra.
Ketua Wahana Tri Tunggal (WTT) Martono bersama sejumlah pengurus
paguyuban yang selama ini menolak bandara nampak hadir dan berbaur
dengan jamaah lain. Mujahadahan, tahlil dan doa dipimpin KH Drs
Muttaqim Mujid.
Menurut Muqoffa, dari hasil survey, konflik sosial ternyata telah
menyatu dalam diri masyarakat. Hal tersebut tercermin dengan adanya
warga yang tidak mau menghadiri hajatan pernikahan ataupun takziyah
antaranggota kelompok. Pihaknya khawatir kondisi tersebut akan
diwariskan kepada anak cucu hingga waktu yang sangat lama. Muqoffa
berharap, mujahadah bisa menginspirasi semua kelompok untuk mengakhiri
konflik sosial. Pendekatan agama seperti mujahadah diharapkan bisa
jadi media penyembuh hati sehingga masyarakat kembali hidup rukun.
"Minimal dengan berdoa dan makan bersama bisa jadi langkah awal warga
untuk kembali ke kehidupan lama yang lebih tentram," jelasnya.
Dalam upaya mengembalikan kerukunan hidup masyarakat di wilayah
pesisir selatan Temon, Lembaga Kajian Resolusi Konflik akan
menggandeng para tokoh agama untuk terus mengkaji penyebab-penyebab
sekaligus mencari solusi agar persoalan-persoalan yang timbul segera
bisa berakhir.
"Mereka (tokoh agama-Red.) akan kami ajak untuk aktif menggelar
pengajian sekaligus memberikan pencerahan. Mudah-mudahan ke depan
mujahadah dan pengajian bisa dilaksanakan di masjid-masjid lain di
Temon," harapnya.
Tokoh Desa Jangkaran, M Sururudin mengapresiasi Lembaga Kajian
Resolusi Konflik yang telah memprakarsai upaya penyatuan umat di
wilayah pesisir selatan Kulonprogo. Pihaknya yakin acara tersebut bisa
menyadarkan masyarakat dan tidak terjebak dalam kepentingan pragmatis.
Mujadahan dan kajian bisa jadi pintu gerbang bagi rekonstruksi
kemanusiaan.
"Menurut kami acara seperti ini cukup penting, karena itu kami
berharap ke depan kegiatan-kegiatan serupa bisa berlanjut, sehingga
jalinan tali silaturrahmi warga menjadi harmonis kembali," jelasnya.
Martono sepakat dengan pernyataan Muqoffa. Bahkan dirinya juga
berharap kegiatan keagamaan tersebut bisa dilaksanakan rutin sebagai
upaya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hanya saja untuk
diwilayah Desa Glagah dan sekitarnya, pihak penyelenggara perlu
berkoordinasi secara intensif.
"Karena di sana tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu
proses," terangnya.(Rul)
Sunday, February 1, 2015
Home »
Arsip berita kulonprogo
,
KULONPROGO
» Konflik Sosial Pesisir Selatan Temon Hendaknya Segera Dihentikan
0 komentar:
Post a Comment